Budaya positif merupakan kebiasaan-kebiasaan baik yang berasal dari kebajikan universal yang sudah dilaksanakan secara alami yang digerakkan oleh motifasi internal atau membudaya. Untuk membuat budaya positif di sekolah harus dimulai dari disiplin positif.
Disiplin positif merupakan disiplin diri yang membuat seseorang menggali potensi dirinya menuju suatu tujuan yang didorong oleh motifasi dalam diri sendiri sehingga mereka dapat mereka dapat mengontrol perilakunya sendiri sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal.
Didiplin positif di sekolah dapat dilakukan jika semua guru dan warga sekolah memiliki pandangan atau visi sekolah yng sama untuk mewujudkan disiplin positif tersebut. Jika para guru sudah memiliki kesepkatan dan keyakinan yang sama dalam menjalankan pembelajaran yang berpihak pada murid, maka langkah selanjutnya adalah membuat kesepakatan kelas dengan murid. Kita gali semua potensi siswa kita. Berikan kebebasan mereka berpendapat, dengarkan dan berusaha memenuhi kebutuhan murid kita yang unik.
Setelah kesepakatan di kelas dapat dilaksanakan, maka pada akhirnya, kesepakatan itu akan menjadi keyakinan kelas yang secara sadar akan dilaksanakan semua warga kelas. Jika keyakinan tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka langkah selanjutnya membuat keyakinan sekolah yang melibatkan semua warga sekolah. Maka tidak akan lagi ada peraturan sekolah, tetapi keyakinan sekolah.
Jika sekolah sudah memiliki keyakinan sekolah, maka tidak akan lagi ada hukuman. Tetapi membangun kesadaran dirilah yang akan terjadi. Sehingga semua penyelesaian masalah yang terjadi di sekolah akan dapat diatasi dengan metode segitiga restitusi.
Dengan segitiga restitusi, guru perlu menstabilkan identitas siswa, kemudian memvalidasi tindakan yang salah lalu menanyakan keyakinan kelas/sekolah yang telah disepakati dan mendorong siswa untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Siswa didorong untuk memunculkan motifasi dari dalam dirinya untuk kembali kepada keyakinan kelas/sekolahnya.
Oleh: Suzi Budianna (CGP A6-16 Sampang)